Scroll untuk baca artikel
Example 325x300
Example floating
Example floating
Papua Tengah

SENGKARUT Pilbup Puncak Jaya: Perampasan Logistik Hingga Penghalangan Proses Rekapitulasi

×

SENGKARUT Pilbup Puncak Jaya: Perampasan Logistik Hingga Penghalangan Proses Rekapitulasi

Sebarkan artikel ini
Para Ahli Pemohon saat menyampaikan keterangan Perkara Nomor 305/PHPU.BUP-XXIII/2025 Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Bupati Kabupaten Puncak Jaya, Kamis (13/2) di Ruang Sidang Pleno MK. (Dok. Mahkamah Konstitusi)
Example 468x60
Puncak Jaya – Pasangan calon Bupati dan Wakil Bupati Puncak Jaya Nomor Urut 1 Yuni Wonda dan Mus Kogoya selaku Pemohon menghadirkan sejumlah Ahli dan Saksi.

Salah satu Ahli yang dihadirkan adalah Dosen Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM) Yance Arizona.

Persidangan Pemeriksaan Lanjutan Perkara Perselisihan Hasil Bupati dan Wakil Bupati Puncak Jaya Tahun 2024 (PHPU Bupati Puncak Jaya) dilaksanakan pada Kamis (13/2/2025) di Ruang Sidang Pleno MK.

Example 300x600

Yance Arizona menegaskan pentingnya sanksi tegas terhadap praktik pembajakan demokrasi dan tindakan kekerasan dalam pemilu.

BACA JUGA: Korban Ricuh Antarkelompok Paslon Pilkada di Puncak Jaya Jadi 33 Orang, 1 Dirujuk ke Jayapura

Menurutnya, langkah tersebut merupakan bentuk pembelajaran bagi seluruh elemen bangsa dalam menjaga keharmonisan kehidupan bernegara.

“Pembajakan demokrasi dan kekerasan dalam pemilihan umum harus diberikan sanksi tegas. Sanksi yang paling tepat dan sesuai dengan prinsip demokrasi adalah diskualifikasi atau pembatalan kemenangan calon yang terbukti melakukan pembajakan suara dan kekerasan yang mengganggu proses demokrasi elektoral,” ujar Yance dalam sidang yang dipimpin oleh Ketua Panel 3 Arief Hidayat dengan didampingi oleh Hakim Konstitusi Anwar Usman dan Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih.

Yance menambahkan bahwa keselamatan masyarakat harus menjadi prioritas utama dalam penyelenggaraan pemilu.

Ia menegaskan bahwa pembatasan hak sipil politik dapat dilakukan jika bertujuan untuk menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat.

BACA JUGA: [UPDATE] 1 Warga Tewas dan 10 Rumah Dibakar Saat Pertikaian di Puncak Jaya

“Pada kondisi tertentu, keselamatan masyarakat menjadi hukum tertinggi. Jika hak politik telah diberikan secara maksimal dan terpenuhi, maka ketentuan dalam proses pemilu telah terpenuhi,” jelas Yance.

Dalam sidang tersebut, Yance juga menyoroti adanya indikasi kekerasan dalam pemilu di Kabupaten Puncak Jaya.

Ia menilai bahwa upaya penyelenggara untuk menciptakan pemilihan yang damai dirusak oleh tindakan sejumlah kontestan.

Sejumlah massa pendukung Paslon Pilkada di Puncak Jaya saat bertikai pada Rabu (12/2/2025). (Dok. Istimewa)

“Tindakan kekerasan, seperti pengambilan paksa logistik yang terus berulang, menunjukkan kegagalan penyelenggara dalam memastikan pemilu yang damai dan adil. Hingga saat ini, belum ada tindakan atau sanksi tegas terhadap kandidat yang melakukan kekerasan dan perampasan tersebut,” tegasnya.

Lebih lanjut, Yance menjelaskan bahwa ketentuan diskualifikasi dalam Undang-Undang Pemilu masih terbatas.

Saat ini, diskualifikasi hanya dapat dilakukan dalam tiga kondisi, yakni ketika petahana melakukan mutasi atau memanfaatkan program pemerintah, ketika calon kepala daerah terbukti melakukan politik uang, dan ketika pasangan calon menerima sumbangan yang tidak sah.

Menjaga Kemurnian Suara

Sementara itu, Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Puncak Jaya sebagai Termohon menghadirkan ahli Ida Budhiati yang merupakan anggota Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP).

BACA JUGA: AWAL MULA Pertikaian Antarkelompok Paslon Pilkada di Puncak Jaya

Dalam keterangannya, Ida menegaskan bahwa prinsip utama dalam pemilu adalah menjaga kemurnian suara agar hasil dan prosesnya dapat dipercaya oleh seluruh pihak.

“Dalam konteks itu, dapat dipahami bahwa setiap tahapan memiliki forum penyelesaian dengan waktu yang telah ditentukan. Sehingga, ketika suatu masalah sampai di MK, tahapan penyelesaian sebelumnya harus diperhatikan terlebih dahulu,” jelas Ida.

Ida menambahkan bahwa paradigma hukum pemilu mensyaratkan adanya bukti yang meyakinkan dan berdampak signifikan terhadap perolehan suara untuk menyimpulkan adanya pelanggaran. Prinsip ini penting untuk menjaga kepercayaan konstituen terhadap calon yang dipilihnya.

Pada kesempatan yang sama, Panel Hakim 3 turut mendengarkan keterangan Komisioner KPU Provinsi Papua Tengah Mariius Telenggen yang mengungkapkan kronologi pengambilalihan logistik.

Mariius memaparkan bahwa rekapitulasi suara di Kabupaten Puncak Jaya dimulai sejak 30 Desember 2024. Namun, setelah berhasil melaksanakan rekapitulasi di tahap awal, proses tersebut mengalami kendala.

BACA JUGA: BREAKING NEWS: Puncak Jaya Kembali Memanas, Massa Pendukung Paslon Saling Serang

“Rekapitulasi suara dimulai sejak 30 Desember 2024. Namun, pada 2 hingga 11 Januari 2025, proses rekapitulasi terhenti tanpa alasan yang jelas. Padahal, seluruh komisioner hadir dalam proses tersebut,” ungkap Mariius.

Ia menambahkan bahwa saat KPU Provinsi Papua Tengah mengambil alih proses rekapitulasi, masih terdapat sembilan distrik yang belum direkapitulasi. Selain itu, empat distrik belum sempat melaksanakan pemungutan suara.

“Ketika KPU Provinsi mengambil alih, sisa sembilan distrik tersebut belum direkapitulasi. Termasuk di dalamnya empat distrik yang belum melaksanakan pemilihan,” jelas Mariius lebih lanjut.

Ia juga membantah tudingan yang menyebut dirinya memberikan perintah terkait distribusi logistik di Distrik Mulia.

“Jika ada yang mengatakan saya memerintahkan di Distrik Mulia, itu tidak benar. Kami hanya melakukan monitoring di lokasi,” tegasnya.

Aparat kemanan saat menghalau pertikaian antarkelompok pendukung Paslon Pilkada di Puncak Jaya, Rabu (12/2/2025). (Dok. Istimewa)

Keterangan KPU RI

Ketua KPU RI Mochammad Afifuddin turut hadir dalam sidang dan memaparkan sejumlah kendala yang terjadi dalam proses rekapitulasi di Papua Tengah.

Menurutnya, situasi serupa tidak hanya terjadi dalam Pilkada 2024, tetapi juga pernah terjadi dalam Pemilu Legislatif (Pileg) sebelumnya.

“Kami sampaikan bahwa saat Pileg, Papua Tengah relatif lebih awal dibandingkan wilayah Papua lainnya. Namun, situasi berbeda terjadi saat Pilkada, dengan adanya berbagai persoalan di sejumlah kabupaten, seperti di Papua Pegunungan, Tolikara, dan Paniai, yang dipicu oleh ketegangan dan kericuhan antar pasangan calon,” jelas Afifuddin.

BACA JUGA: Bentrok Antarpendukung Pilkada Puncak Jaya, Brigjen Alfred Lakukan Trauma Healing ke Anak-anak

Afifudin menjelaskan bahwa proses rekapitulasi di Kabupaten Puncak Jaya dimulai sesuai jadwal pada 30 November 2024.

Namun, pada 7 Desember 2024, KPU Papua Tengah mengirimkan surat kepada KPU RI untuk meminta petunjuk terkait hambatan yang muncul akibat insiden kekerasan di sejumlah distrik.

“Kami memberikan arahan agar rekapitulasi di tingkat kabupaten tetap dilaksanakan di lokasi kedudukan KPU hingga 11 Desember 2024. Namun, hingga batas waktu tersebut, pleno rekapitulasi belum dapat diselesaikan,” jelasnya.

Melihat kondisi tersebut, KPU RI mengeluarkan surat susulan yang memperpanjang batas waktu rekapitulasi hingga 14 Desember 2024.

“Keamanan dan ketertiban menjadi prioritas utama kami dalam menjalankan proses demokrasi. Kami berharap seluruh pihak terkait dapat menjaga situasi tetap kondusif demi tercapainya hasil pemilu yang transparan dan akuntabel,” pungkasnya.

Pada kesempatan itu, Panel Hakim juga mendengarkan kesaksian Sepo Nawipa, saksi yang dihadirkan KPU Kabupaten Puncak Jaya.

BACA JUGA: Pascabentrok 2 Pendukung Paslon di Puncak Jaya, 8 Orang Dievakuasi ke Jayapura

Sepo memaparkan bahwa KPU Kabupaten Puncak Jaya tiba di Nabire pada 14 Desember 2024 dengan 22 distrik yang belum diplenokan.

Pleno berlangsung pada 14 dan 15 Desember, namun hingga 16 Desember belum ada satu pun distrik yang berhasil diplenokan.

“Karena belum selesai, pleno dipindahkan ke RRI Nabire yang dianggap memiliki tempat yang memadai dan aman. Namun, hingga 16 Desember, tidak ada satu pun distrik yang berhasil diplenokan. Situasi tersebut mendorong KPU Papua Tengah untuk mengambil langkah tegas dengan melanjutkan pembacaan rekapitulasi yang sedang berlangsung,” ujar Sepo.

Puluhan anak-anak mendapat trauma healing dari Kapolda Papua Tengah Brigjen Pol Alfred Papare di halaman Mapolres Puncak Jaya. (Dok. nabirenews.com)

Proses rekapitulasi berlanjut hingga 17 Desember, dan hasil akhir ditetapkan pada 18 Desember 2024.

Namun, dalam pleno penetapan, hanya dua anggota KPU Kabupaten yang hadir, yakni ketua dan koordinator divisi hukum. Ketidakhadiran anggota lainnya menghambat proses penetapan hasil.

Kesaksian Bertentangan

Dalam sidang tersebut, terjadi kesaksian yang berkebalikan antara Saksi Pemohon dengan Saksi Pihak Terkait (Pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati Puncak Jaya Nomor Urut 2 Miren Kogoya dan Mendi Wonerengga).

Pametson Gire yang merupakan Timses Divisi Data menyebut pada 26 November 2024 terjadi perampasan logistik. Pada pukul 19.15 WIT, kantor KPU Kabupaten Puncak Jaya didatangi Pihak Terkait dan pendukungnya.

“Paslon Nomor Urut 2 ke kantor KPU dengan kekuatan penuh. Membawa massa dan senjata tajam, parang, panah. Mereka begitu tiba langsung masuk ke dalam. Sebelum mereka datang ada kerusuhan, saya ditelepon saksi di kantor KPU karena mau ada kesepakatan kotak akan dibagi besok,” terang Gire.

Daniel Telenggen yang merupakan Saksi Mandat Pihak Terkait di Kabupaten Puncak Jaya dan Distrik Mulia memberikan kesaksian yang berbeda.

Menurutnya, tidak ada kerusuhan maupun perampasan sebagaimana dikatakan oleh Saksi Pemohon.

Puluhan anak-anak mendapat trauma healing dari Kapolda Papua Tengah Brigjen Pol Alfred Papare di halaman Mapolres Puncak Jaya. (Dok. nabirenews.com)

“Saya ada di dalam kantor KPU sendiri dan saya tidak melihat ada perampasan yang terjadi terus itu diserahkan langsung oleh ketua KPU Kabupaten Puncak Jaya kepada Ketua PPD Distrik Mulia,” terangnya.

Selain itu, Daniel justru menyampaikan bahwa pendukung Pemohon yang melakukan Tindakan anarkis dengan menghancurkan meja-meja rapat pleno di dalam dan mengancam KPU Kabupaten Puncak Jaya dan Bawaslu Kabupaten Puncak Jaya.

Tak hanya itu, ada pula ancaman untuk tidak merekapitulasi hasil pemungutan suara.

“Kami ada di dalam ruangan rapat pleno itu. Kemudian di situ Pasangan calon nomor 1 menyampaikan dan saya mendengar sendiri bahwa KPU Kabupaten Puncak tidak boleh merekapitulasi tidak boleh melanjutkan untuk merekapitulasi,” terangnya.

Sebelumnya, dalam sidang Pendahuluan, Pasangan calon Bupati dan Wakil Bupati Puncak Jaya Nomor Urut 1 Yuni Wonda dan Mus Kogoya mengajukan Perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Bupati dan Wakil Bupati Puncak Jaya (PHPU Bupati Puncak Jaya) ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Pemohon Perkara Nomor 305/PHPU.BUP-XXIII/2025 menilai telah terjadi pewlanggaran yang terstruktur, sistematis, dan masif (TSM), yang berdampak signifikan pada hasil perolehan suara. Pemohon mengungkapkan sejumlah dugaan pelanggaran.

Salah satunya adalah dugaan pengondisian logistik pemilu oleh pasangan calon nomor urut 2 di empat distrik, yakni Distrik Mulia, Distrik Tingginambut, Distrik Gurage, dan Distrik Lumo.(*)

Sumber: mkri.id

Example 120x600

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *