Mimika | Ketegangan dan luka yang ditinggalkan oleh aksi kekerasan di Tanah Papua kembali mencuat setelah tragedi kemanusiaan di wilayah pendulangan emas Kabupaten Yahukimo. Namun di tengah kegelapan itu, secercah harapan datang dari keberhasilan aparat TNI-Polri, melalui Operasi Damai Cartenz, yang berhasil mengevakuasi dan mengidentifikasi para korban kekejaman Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB).
Pujian dan apresiasi datang dari berbagai pihak, salah satunya dari Forum Komunikasi Dewan Mahasiswa (FKDM) Kabupaten Mimika. Sekretaris FKDM sekaligus tokoh masyarakat Mimika, Arnold Ronsumbre, menyampaikan pernyataan resmi yang sarat emosi, kepedulian, dan semangat persatuan.
“Saya mewakili masyarakat Mimika dan seluruh elemen yang mencintai kedamaian, mengucapkan terima kasih atas dedikasi TNI-Polri dalam menjalankan tugasnya. Aksi kekerasan di tanah Papua adalah pelanggaran HAM yang tidak bisa ditolerir,” ujarnya dengan nada tegas, Sabtu (19/4/2025).
BACA JUGA: Mereka Semua Sudah Pulang: Kisah di Balik Tuntasnya Evakuasi Korban KKB di Yahukimo
“Kami Tidak Akan Diam Melihat Papua Berdarah”
Arnold menyatakan bahwa tragedi kemanusiaan seperti ini tak hanya menyayat hati masyarakat Papua, tetapi juga melukai martabat bangsa Indonesia. Ia menyerukan penegakan hukum tegas terhadap pelaku kekejaman, karena bagi rakyat Papua, nyawa adalah anugerah, bukan angka statistik.
“Ini bukan hanya soal hukum, ini soal kemanusiaan. Kami tidak akan tinggal diam melihat Tanah Papua terus berdarah. Setiap pelaku harus bertanggung jawab—karena kekerasan bukan budaya kita,” tegas Arnold.
@nabirenews2025_official Gubernur Papua Tengah, Meki Nawipa, mengumumkan rencana pembangunan monorel yang akan menghubungkan Kota Nabire dengan Bandara Douw Aturure #pemprovpapuatengah#papuatengah #nabire #monorel #mekinawipa #bp3okp #fyp #nabire_tiktok_comunity #gubernurpapuatengah #beritaviral#papua
♬ suara asli – nabirenews2025_official – nabirenews2025_official
Dengan nada lirih namun penuh keyakinan, Arnold mengutip kitab suci sebagai landasan moral agar kekerasan di Papua segera dihentikan. Ia menyentuh nurani seluruh kelompok bersenjata agar berhenti mencabut nyawa sesama.
“Dalam Injil, Tuhan melarang kita membunuh. Maka sudah seharusnya kita semua, terutama kelompok-kelompok bersenjata, menghentikan kekerasan. Setiap tetes darah akan dimintai pertanggungjawaban, baik di dunia maupun di akhirat,” katanya serius.
BACA JUGA: Hari Paskah Tercoreng, OPM Lakukan Gangguan Keamanan di Sinak Papua Tengah
Timika, Jantung Damai Papua
Arnold juga menekankan bahwa Timika adalah jantung perdamaian Papua. Jika Mimika mampu menjaga stabilitas dan harmoni sosial, maka seluruh Papua dapat merasakan damai yang sejati.
“Mari kita jadikan Timika sebagai barometer kedamaian. Bila Mimika aman, Papua akan tenang. Kita harus bangkit, bersatu, dan menolak segala bentuk kekerasan,” imbaunya penuh harap.
“Jangan Biarkan Darah Terus Membasahi Bumi Cenderawasih”
BACA JUGA: Doa dari SD Torsina: Ketika Polisi Jadi Sahabat Anak-anak Papua
Menutup pernyataannya, Arnold mengingatkan seluruh bangsa bahwa setiap tragedi di Papua adalah luka kolektif Indonesia. Ia menyerukan agar tidak ada lagi darah yang tumpah, tidak ada lagi air mata yang jatuh karena kebencian.
“Jangan sampai karena segelintir oknum, nama Indonesia tercoreng di mata internasional. Mari kita rawat damai ini bersama. Papua tidak seharusnya dikenal karena kekerasan—tapi karena keindahan, keberagaman, dan cinta,” pungkasnya. (*)