Pegaf | Matahari belum tinggi ketika aroma tanah basah dan serpihan kayu menyambut tim pencari di tepian Kali Meyof, Kampung Jim, Distrik Catubouw. Di balik kabut pagi yang masih menggantung di langit Pegunungan Arfak, enam jasad ditemukan dalam diam yang memilukan—tenggelam dalam lumpur, di antara batang-batang pohon tumbang dan bebatuan yang menggulung dari perut bumi.
Senin pagi (19/5/2025) menjadi saksi bisu atas duka yang kian dalam. Enam korban banjir bandang dan tanah longsor akhirnya ditemukan. Seorang di antaranya telah dikembalikan ke pelukan keluarga. Lima lainnya, kini terbujur kaku di Rumah Sakit Bhayangkara Polda Papua Barat, menunggu identitas mereka dipastikan oleh tim Disaster Victim Identification (DVI).
“Dari enam korban yang ditemukan, satu langsung diserahkan ke pihak keluarga. Lima lainnya akan menjalani proses identifikasi,” ujar Kapolres Pegunungan Arfak, Kompol Bernadus Okoka, dengan suara yang nyaris pecah.
BACA JUGA: Tragedi Banjir di Pegunungan Arfak: 5 Jenazah Ditemukan, 14 Warga Masih Hilang
Tim SAR gabungan telah berjibaku selama tiga hari terakhir—menyusuri aliran sungai, menerobos semak, dan menggali reruntuhan dengan tangan sendiri. Namun, saat jarum jam menunjuk pukul 13.00 WIT, langit kembali muram. Hujan turun deras, tanah menjadi labil. Ancaman longsor susulan membuat pencarian harus dihentikan sementara.
“Cuaca buruk sangat membahayakan tim di lapangan. Kami terpaksa tarik mundur ke posko induk. Pencarian akan dilanjutkan besok,” tutur Kompol Bernadus.
Di Rumah Sakit Bhayangkara, tim DVI telah bersiaga. Proses identifikasi jenazah tak sekadar prosedur medis—ini adalah upaya mengembalikan nama bagi tubuh-tubuh yang telah bisu. Kombes Iskandar dari Dokkes Polda Papua Barat menjelaskan bahwa pemeriksaan forensik, sidik jari, dan pencocokan data antemortem dari keluarga menjadi kunci untuk membuka identitas para korban.
“Ini bukan sekadar pekerjaan teknis. Ini tentang membawa kepastian bagi keluarga yang menanti dalam doa dan air mata,” katanya.
Bencana yang menerjang pada Jumat (16/5) itu datang tanpa peringatan. Deras hujan membelah hutan, menyapu lereng dan kampung. Satu korban ditemukan tak lama setelah kejadian, namun 19 lainnya langsung dinyatakan hilang. Hari ini, angka itu menyusut menjadi 13—namun dengan harga enam nyawa.
BACA JUGA: Ini Daftar 19 Orang yang Dinyatakan Hilang Pasca Banjir-Longsor di Pegunungan Arfak
“Saya dengar suara seperti gemuruh besar… lalu semua gelap. Saya hanya bisa lari sambil membawa anak saya,” ujar Markus, warga Kampung Jim, yang selamat namun kehilangan dua saudaranya.
Kini, Pegaf berkabung. Warga menggantungkan harapan pada tim penyelamat, pada langit yang lebih bersahabat, dan pada keajaiban yang masih mungkin terjadi: bahwa dari balik reruntuhan dan aliran sungai, seseorang bisa kembali dengan nyawa utuh.
Namun hingga saat itu tiba, tanah Pegunungan Arfak terus menyimpan rahasia, dan keluarga-keluarga terus menanti… dalam sunyi, dalam doa. (*)